A. Gaya Kepemimpinan
1.
Gaya Kepemimpinan Klasik
Teori
klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di dalam setiap gaya
kepemimpinan terdapat dua unsur
utama, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting
behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan
menjadi empat
kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching),
demokrasi (supporting), dan kendali bebas (delegating).
a. Mengarahkan (Directing)
Gaya
kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu
dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan
komitmennya.
Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi.
Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar manajer
memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan
tugas-tugas itu, dengan terus intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan
bawahannya.
Pertama
pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak termotivasi, kemudian
mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian pemimpin harus memberi
arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan motivasi dan
optimismenya.
b.
Melatih (Coaching)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan
tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus
memproporsikan struktur tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan.
Oleh karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu
mendengarkan dan menasihati, dan membantu karyawan untuk memperoleh
keterampilan yang diperlukan melalui metode pembinaan.
c.
Partisipasi(Participation)
Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang
harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi
tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja
atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini
pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan
mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa
dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.
d.
Mendelegasikan(Delegating)
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan
kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”.
Dengan
gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena
dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka
diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana,
kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini
tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan untuk terus
berkembang saja dengan terus diawasi.
Dalam gaya kepemimpinan klasik juga diperkenalkan
beberapa gaya kepemimpinan lain yang cukup populer yang pada prinsipnya
merupakan sama seperti gaya klasik diatas maupun gabungan dari beberapa gaya
klasik yang disebutkan sebelumnya. Gaya
kepemimpinan tersebut adalah gaya kepemimpinan otokrasi, gaya kepemimpinan
pembinaan, gaya kepemimpinan demokrasi dan gaya kepemimpinan kendali bebas.
1)
Pada
gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan.
Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk
mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan
pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota
tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang
diputuskan pemimpin.
2)
Gaya
kepemimpinan pembinaan mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini
seorang pemimpin masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk
mencapai sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk
ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
3)
Gaya
kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada
kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai
saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan.
Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
4)
Gaya
kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis.
Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama
yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk
menentukan sasaran minor, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya
berperan sebagai pemantau saja. Lalu, gaya kepemimpinan yang mana yang
sebaiknya dijalankan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung pada
kondisi anggota itu sendiri. Pada dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok
untuk kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang
pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan
seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang
berbeda. Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi
rendah tapi komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang
memiliki kompetensi sedang dan komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi cocok
untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi.
Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk angggota yang memiliki
kompetensi dan komitmen tinggi.
2.
Gaya Kepemimpinan Situasional Model Hersey dan
Blancard.
Mengambil contoh kepada manajer dari suatu
perusahaan yang berhasil menerapkan gaya kepemimpinan situasional di perusahaan
yang dipimpinnya.
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh
Robert Tannenbaum dan warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang
pengaruh yang ekstrim, yaitu:
·
Bidang pengaruh
pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas).
·
Bidang
pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis).
2. Gaya Managerial Grid
Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih
menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan
orang-orang di pihak lain. Blake dan
Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan
bawahannya (followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang
ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut.
·
Grid 1
manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga
sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya.
Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi
dari atasan kepada bawahannya.
·
Grid 2
manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai
juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat
dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia
mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang
secara individu.
·
Grid 3
manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam
organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti
ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan
bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks,
santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai
produktlvitas.
·
Grid 4.
adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic
task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus
dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan
kerja, tetapi tidak mempunyai perhatian terhadap bawahannya.
Pemimpin
yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun
terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang
akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu
menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang
akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok
kepada orang-orang.
3.
Gaya Kepemimpinan Situasional Dan Produktivitas
Kerja
Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak
langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas
kerja karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi
merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja. Dewasa ini,
banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang dapat meningkatkan
produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling klasik yaitu teori sifat
sampai kepada teori situasional. Dari beberapa gaya yang di tawarkan para ahli
di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah yang paling baru dan sering di
gunakan pemimpin saat ini.
Gaya kepemimpinan situasional dianggap para
ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini.
Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan
yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini
masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung.
Dalam hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two
way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan
motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas
atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk
melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan
tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus
aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh
bawahan.
Sedangkan gaya delegasi
adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga
kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan
dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana,
kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional
ini, maka bawahan atau pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga
diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat.
Adapun macam-macam
gaya kepemimpinan menurut House (dalam Suwatno, 2011) antara lain:
1.
Kepemimpinan
Direktif
Kepemimpinan
ini membuat bawahan agar tahu apa yang diharapkan pimpinan dari mereka,
menjadwalkan kerja untuk dilakukan, dan memberi bimbingan khusus mengenai bagaimana
menyelesaikan tugas.
2.
Kepemimpinan
yang Mendukung
Kepemimpinan
ini bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan.
3.
Kepemimpinan
Partisipatif
Kepemimpinan
ini berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran mereka sebelum mengambil
suatu keputusan. Kepemimpinan
berorientasi prestasi, kepemimpinan ini menetapkan tujuan yang menantang dan
mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka.
B. Fungsi Kepemimpinan dalam
Organisasi
Untuk memahami
fungsi-fungsi kepemimpinan, Mar`at (1985) telah mengutif beberapa pendapat dari
para tokoh sebagai berikut:
Coffin (dalam Mar`at 1985), menyatakan
tiga fungsi kepemimpinan adalah formulasi (perencanaan), pelaksanaan
(pengorganisasian) dan supervisi (ajakan).
Barnard (dalam Mar`at 1985), menyebutkan fungsi kepemimpinan
sebagai:
1.
Menentukan
sasaran/tujuan;
2.
Memanipulasi
cara;
3.
Perubahan
tindakan;
4.
Merangsang
usaha-usaha yang terkoordinasi.
Krech dan Crutchfield (dalam Mar`at 1985), mengajukan beberapa fungsi kepemimpinan,
yaitu: pelaksana, perencana, pembuat kebijaksanaan, tenaga ahli, mewakili
kelompok, pengontrol hubungan internal, pemberi hadiah dan hukuman, wasit dan
pelerai, pemberi contoh, simbol kelompok, bentuk tanggung jawab individual,
ideolog, figur bapak, dan kambing hitam.
Davis (dalam Mar`at 1985), sependapat dengan beberapa ahli teori dalam
menyatakan fungsi pemimpin niaga, yaitu merencana, mengatur dan mengontrol
aktivitas organisasi.
Kessing dan Kessing (dalam Mar`at 1985), dalam penelitian tentang kepemimpinan di Samoa
mengidentifikasikan fungsifungsi sebagai berikut: konsultasi, pertimbangan,
negosiasi, pembentuk pendapat umum, dan pembuat keputusan.
Gross (dalam Mar`at 1985), mengajukan beberapa fungsi
kepemimpinan, yaitu: menentukan tujuan, menjelaskan dan melaksanakannya,
memilih cara yang tepat, memberikan dan mengkoordinasikan tugas, memotivasi,
menciptakan kesetiaan, mewakili kelompok dan merangsang para anggota untuk
bekerja.
Stogdill (dalam Mar`at 1985), menyatakan bahwa telah
menjadi tugas seorang pemimpin untuk
memelihara struktur kelompok dan mengarahkan tujuan, serta untuk menengahi pertentangan tuntutan yang timbul baik di
dalam maupun ke luar kelompok.
Bower dan Seashore (dalam Mar`at 1985), menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah dukungan para anggota, kemudahan
interaksi, menitikberatkan tujuan dan mempermudah pekerjaan.
Cattell (dalam Mar`at 1985), melihat
bahwa pemimpin melakukan fungsi-fungsi:
1. tugas memelihara kelompok;
2. menjunjung tinggi kepuasan peranan dan status;
3. menjaga dan mempertahankan tuntutan (norma)
etis;
4. memilih dan menjelaskan tujuan; dan
5. menemukan dan menjelaskan cara-cara mencapai
tujuan.
Menurut Schutz (dalam Mar`at 1985), pemimpin
memiliki fungsi-fungsi:
1. menetapkan dan memantapkan tingkatan tujuan dan
nilai kelompok;
2. menetapkan dan mengintegrasikan bermacam-macam
corak pikiran (kognisi) yang ada di dalam kelompok;
3. mengoptimasikan
penggunaan/pemanfaatan kemampuan para anggota kelompok; dan
4. membantu para anggota
memecahkan masalah yang berhubungan dengan penyesuaian dirt dengan realitas eksternal dan yang
berhubungan dengan kebutuhan interpersonal.
Fungsi kepemimpinan ini berhubungan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan untuk memilih dan mencapai tujuan-tujuan secara
rasional, adapun fungsi tugas
seorang pemimpin (Suwatno dan Priansa 2011) adalah:
a.
Menciptakan
kegiatan: tugas pemimpin adalah menetapkan deskripsi pekerjaan secara jelas
untik karyawan/ bawahannya.
b.
Mencari
Informasi: tugas pemimpin adalah mencari informasi tersebut secara cepat, tepat
dan akurat.
c.
Memberi
informasi: informasi yang di peroleh kemudian didistribusikan kepada bawahannya
sehingga semua karyawan mendapatkan informasi yang dibutuhkannya.
d.
Memberi
pendapat: tugas pemimpin memberikan pendapat dan nasihat kepada bawahan, baik diminta
maupun tidak diminta jika memang dirasa perlu.
e.
Menjelaskan:
Tugas pemimpin yang lain adalah menjelaskan apa saja yang dirasa belum jelas
oleh bawahannya, misalnya tentang tugas, kewajiban dan hak-hak bawahan.
f.
Mengoordinasikan:
tugas ini penting karena tanpa koordinasi yang baik yang dilakukan pemimpin
maka organisasi bisa dapat berjalan secara efisien dan efektif dalam mencapai
tujuan-tujuannya.
g.
Meringkaskan:
atau menyimpulkan semua yang telah disepakati sehingga bawahan bisa mencapai
pemahaman yang sama tentang sesuatu hal, misalnya kebijakan-kebijakan yang
diambil organisasi.
h.
Menguji
Kelayakan: Jika Organisasi berencana untuk melaksanakan berbagai program,
terlebih dahulu pemimpin horns menguji layak/tidaknya program tersebut.
C.
Ciri-ciri Kepemimpinan yang Ideal
Kepemimpinan yang
efektif merupakan proses yang dinamis, karena berlangsung di lingkungan suatu
organisasi sebagai sistem kerjasama sejumlah manusia untuk mencapai tujuan
tertentu, yang bersifat dinamis pula.
Kepemimpinan yang
efektif merupakan proses yang bervariasi, karena dipengaruhi oleh kepribadian
pemimpin dalam mewujudkan hubungan manusiawi dengan orang-orang yang
dipimpinnya. Di dalam proses seperti itu kepemimpinan akan berlangsung efektif,
apabila fungsi-fungsi kepemimpinan diwujudkan sesuai dengan type kepemimpinan
yang mampu memberikan peluang bagi orang yang dipimpin, untuk ikut berperan
serta dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan-keputusan. Dengan demikian
berarti setiap kreativitas dan inisiatif dalam kepemimpinan yang efektif harus
disalurkan dan dimanfaatkan.
Harsey dan Blanchard (dalam http://www.mindtools.com/pages/article/
newLDR_44.htm) mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan
memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki
pimpinannya. Menurut Hersey dan
Blanchard, ada empat gaya kepemimpinan utama:
- Menceritakan (S1) - Pemimpin memberitahu orang-orang mereka apa yang harus dilakukan, dan bagaimana melakukannya.
- Jual (S2) - Pemimpin tetap memberikan informasi dan arahan, tapi ada lebih banyak komunikasi dengan pengikutnya. Pemimpin "menjual" pesan mereka untuk mendapatkan tim di papan.
- Berpartisipasi (S3) - Pemimpin lebih fokus pada hubungan dan kurang pada arah. Pemimpin bekerja dengan tim, dan berbagi tanggung jawab pengambilan keputusan.
- Mendelegasikan (S4) - Pemimpin lulus sebagian besar tanggung jawab ke pengikut atau kelompok. Para pemimpin masih memantau kemajuan, tapi mereka kurang terlibat dalam pengambilan keputusan.
Seperti
yang kita lihat, gaya S1 dan S2 yang terfokus pada mendapatkan tugas dilakukan.
Gaya S3 dan S4 lebih peduli dengan mengembangkan kemampuan anggota tim untuk bekerja
secara independen.
Menurut
Hersey dan Blanchard, tahu kapan harus menggunakan gaya masing-masing sebagian
besar tergantung pada kematangan orang atau kelompok yang di pimpin. Dapat
dikelompokan ke dalam empat tingkatan yang berbeda:
- M1 - Orang-orang pada tingkat kematangan berada di tingkat bawah skala. Mereka tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, atau kepercayaan diri untuk bekerja pada mereka sendiri, dan mereka sering harus didorong untuk mengambil tugas pada.
- M2 - Pada tingkat ini, pengikut mungkin bersedia untuk bekerja pada tugas, tetapi mereka masih tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya dengan sukses.
- M3 - Di sini, pengikut siap dan bersedia untuk membantu dengan tugas. Mereka memiliki kemampuan lebih dari kelompok M2, tapi mereka masih tidak percaya diri dalam kemampuan mereka.
- M4 - Ini pengikut dapat bekerja sendiri. Mereka memiliki kepercayaan diri tinggi dan keterampilan yang kuat, dan mereka berkomitmen untuk tugas.
Hersey-Blanchard
memetakan setiap gaya kepemimpinan pada setiap tingkat kematangan, seperti yang
ditunjukkan di bawah ini.
Tingkat
Kematangan
|
Gaya
Paling Tepat Kepemimpinan
|
M1: Rendah jatuh tempo
|
S1: Menceritakan /
mengarahkan
|
M2: jatuh tempo sedang,
keterampilan terbatas
|
S2: Jual / coaching
|
M3: jatuh tempo sedang,
keterampilan tinggi tetapi kurang percaya diri
|
S3: Berpartisipasi /
pendukung
|
Kematangan Tinggi: M4
|
S4: Mendelegasikan
|
Untuk
menggunakan model ini, merefleksikan kematangan individu dalam tim. Tabel di
atas kemudian menunjukkan gaya kepemimpinan yang Hersey dan Blanchard
mempertimbangkan paling efektif bagi orang-orang dengan tingkat kematangan.
Morgan
(2006), ciri-ciri pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki kemampuan
untuk mengenali dan menyediakan besaran pembinaan yang tepat bagi bawahan.
Jacobs,
dkk. (2012), pemimpin yang efektif memiliki kepribadian yang caring, openness,
flexibility, warmth, objectivity, truthworthiness, honesty, strength, patience,
dan sensitivity. Ciri lainnya adalah bahwa pemimpin tersebut nyaman dengan diri
sendiri dan orang lain, meliputi nyaman dengan posisi sebagai pemegang
otoritas, percaya diri dengan kemampuannya untuk memimpin, dan kemampuan untuk
mendengarkan perasaan, reaksi, mood, dan kata-kata orang lain. Hal terpenting
lainnya adalah memiliki kesehatan psikologis.
Adair
(2011), kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu memahami dan
memenuhi tiga jenis kebutuhan dalam oganisasi, yaitu kebutuhan tugas (task
needs), kebutuhan individu (individual needs), dan kebutuhan tim (team needs).
Konsep fungsi kepemimpinan efektif berdasarkan beberapa pendapat di atas bisa
dijelaskan bahwa konsep kepemimpinan efektif adalah konsep kepemimpinan yang
memperhatikan relasi dan kebutuhan antara pemimpin dan pengikut, di mana di
dalamnya terdapat karakteristik yang menjadi instrumen untuk menghasilkan
output kepemimpinan. Instrumen kepemimpinan tersebut merupakan hubungan yang
didasari oleh kebajikan moral dan sosial.
Muenjohn
dan Armstrong (dalam http://sariberitacoco.blogspot.com/ di akses 19 Juni
2013), ketika seorang pemimpin bersedia memahami bawahan maka bawahan akan
memiliki kemampuan untuk melakukan pengembangan diri sendiri. Dengan adanya
kepemimpinan partisipatif maka membuka ruang bagi pemberdayaan staf untuk
berhubungan dengan bawahan.
D.
Perbedaan Kepemimpin Formal dan Kepemimpin Informal
Kepemimpinan Formal
adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses
mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya. Dimana Kepemimpinan Formal dalam jabatannya diperoleh dari suatu
usaha tertentu dalam pencapaiannya. Sedangkan pemimpin
formal adalah orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan kepemimpinan,
diatur dalam organisasi secara hierarki dan tergambar dalam suatu bagan yang
tergantung dalam tiap-tiap kantor. Pemimpin ini sering dikenal dengan sebutan “kepala”
Kepemimpinan Non
Formal (Informal) adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya
meliputi proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan tertentu,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana Kepemimpinan Non Formal dalam
jabatannya diperoleh tanpa suatu usaha tertentu dalam pencapaiannya. Merupakan pemimpin
informal jika seorang yang karena latar belakang pribadi yang kuat mewarnai
dirinya, memiliki kualitas subyektif atau obyektif yang memungkinkannya tampil
dalam kedudukan di luar struktur organisasi resmi namun ia dapat mempengaruhi
kelakuan dan tindakan suatu kelompok masyarakat, baik dalam arti positif maupun
negatif. Dalam Islam pemimpin informal adalah Ulama, Ustadz ,Kyai, atau tokoh
masyarakat.
Eksistensi
pemimpin informal turut memainkan peranan dalam proses perkembangan sosial dan
turut membantu membentuk sejarah. Mutlak dapat dipungkiri juga, terkadang
pemimpin formal acapkali “membutuhkan bantuan atau restu pemimpin informal
dalam ‘menjalankan roda organisasinya. Hal itu mutlak dilakukan oleh Pemimpin
formal karena pemimpin informal memiliki basis massa yang kuat dan mengakar.
Seorang pemimpin formal adalah seorang (pria atau wanita)
yang oleh organisasi tertentu (swasta atau pemerintah). Ditunjuk (berdasarkan
surat-surat keputusan pengangkatan dari organisasi yang bersangkutan) untuk memangku
sesuatu jabatan dalam struktur organisasinya dengan segala hak dan kewajiban
yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi tersebut
yang ditetapkan sejak semula (J.Winardi:2009). Sedang pemimpin informal adalah
seorang individu (pria dan wanita) yang walaupun tidak mendapatkan pengangkatan
formal iuridis sebagai pemimpin, memiliki sejumlah kualitas (objektif maupun
subjektif), yang memungkinkannya mencapai kedudukan sebagai orang yang dapat
memengaruhi kelakuan serta tindakan sesuatu kelompok masyarakat, baik dalam
arti positif maupun negatif.
Apabila dibandingkan antara pemimpin formal dan pemimpin
informal, maka dapat tergambarkan sebagai berikut:
Pemimpin Formal
|
Pemimpin Informal
|
1.
Memiliki legalitas formal sebagai pemimpin (penunjuk
oleh pihak yang berwenang yang melakukannya).
2.
Organisasi formal yang menunjukan mereka sebagai
pemimpin formal.
3.
Masih harus mengafirmasi kedudukan mereka sebagai
pemimpin formal terhadap bawahan melalui kepemimpinan (Leaderships) mereka.
4.
Diberikan “Backing” oleh organisasi formal untuk
menjalankan keputusan-keputusan.
5.
Berstatus sebagai pemimnpin formal selama masa
pengangkatan berlaku.
6.
Memperoleh balas jasa material dan emolumen-emolumen
lain yang berkaitan dengan posisi/jabatan mereka.
7.
Dapat mencapai “promosi” (kenaikan pangkat formal).
8.
Dapat dimutasikan organisasi formal.
9.
Selalu memiliki pihak atasan (Superior).
10. Biasanya harus memenuhi
syarat-syarat formal terlebih dahulu sebelum memperoleh pengangkatan
(misalnya syarat: ijazah-skill-masa dinas-pengalaman kerja-kecakapan pribadi,
dan sebagainya).
11. Apabila melakukan
kesalahan-kesalahan, akan mendapatkan sanksi-sanksi dari organisasi formal.
12. Selama masa
pengangkatannya berlaku harus terus menerus menjalankan kepemimpinannya.
|
1.
Tidak memiliki penunjuk formal sebagai pemimpin.
2.
Masyarakat (atau kelompok tertentudi dalam masyarakat)
yang menunjuk mereka.
3.
Diakui oleh mereka yang dipimpin(tanpa pengakuan
demikian mereka tidak akan menjadi pemimpin informal).
4.
Tidak ada “backing” dari suatu organisasi formal untuk
menjalankan keputusan-keputusan.
5.
Berstatus sebagai pemimpin informal, selama kelompok
yang dipimpinnya masih mengakuinya atau menerimanya sebagai peminpin.
6.
Biasanya tidak memperoleh balas jasa material, kecuali
apabila mereka mengusahakannya.
7.
Tidak pernah mencapai “promosi” tetapi
afirmasi/konfirmasi/subkordinasi masyarakat yang secara sukarela mau mengakui
mereka sebagai pimpinan informal.
8.
Tidak dapat dimutasikan.
9.
Tidak memiliki atasan dalam arti formal.
10. Tidak perlu memenuhi
syarat-syarat formal, asal saja disegani/dipatuhi/ dijadikan
teladan/dijadikan sumber bertanya/pertukaran pikiran bagi pihak yang
dipimpinnya.
11. Apabila melakukan
kesalahan-kesalahan akan mendapatkan sanksi berupa kurang ditaatinya lagi
sebagai pemimpin informal atau dalam kasus ekstrem tidak diakui lagi sebagai
pemimpin.
12. Kadang-kadang
menjalankan kepemimpinannya, kadang-kadang tidak.
|
Sumber:Winardi,
Manajemen Perilaku Organisasi. 2009.
|
BAB III
KESIMPULAN
Kepemimpinan
atau leadership adalah cara seorang pemimpin dalam melakasanakan tugas sebagai
pemimpin.
Mnurut Sudarwan Danim (2004), pada dasarnya munculnya kepemimpinan dapat dikelompokkan
ke dalam tiga teori yaitu: (1) Teori
bawaan atau heredity theory, yaitu bahwa bakat kepemimpinan di dalam diri seseorang telah
di bawa sejak lahir; (2) Toeri
Psikologi atau Psychological Theory, teori ini berasumsi bahwa
sifat kepemimpinan seseorang dapat dibentuk sesuai dengan jiwanya; (3) Teori Situasi atau Situational Theory, meurut teori ini bahwa
kepemimpinan seseorang muncul sejalan dengan situasi atau lingkungan yang
mengelilingnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pemimpin
memiliki berbagai macam gaya, yaitu gaya kepemimpinan klasik dan gaya
kepemimpinan situasional.
Kepemimpinan dalam suatu organisasi sangat
penting karena berfungsi diantaranya sebagai:
1.
Menentukan
sasaran/tujuan;
2.
Memanipulasi
cara;
3.
Perubahan
tindakan;
4.
Merangsang
usaha-usaha yang terkoordinasi.
Dapat dikatakan sebagai pemimpin yang ideal
jika kepemimpinan seseorang dilaksanakan secara efektif, yaitu apabila fungsi-fungsi kepemimpinan diwujudkan sesuai dengan
type kepemimpinan yang mampu memberikan peluang bagi orang yang dipimpin, untuk
ikut berperan serta dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan-keputusan.
Kepemimpinan dapat dibedakan menjadi
kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal yaitu jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi
proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya.
Sedangka kepemimpinan informal yaitu seorang yang karena latar belakang pribadi yang
kuat mewarnai dirinya, memiliki kualitas subyektif atau obyektif yang
memungkinkannya tampil dalam kedudukan di luar struktur organisasi resmi namun
ia dapat mempengaruhi kelakuan dan tindakan suatu kelompok masyarakat, baik
dalam arti positif maupun negatif.
DAFTAR RUJUKAN
Adair.
John, John Adair's 100 Greatest Ideas for
Effective Leadership, West Sussex, UK: Capstone Publishing Ltd (A Wiley
Company), 2011.
Jacobs
dkk., Group Counseling: Strategies and
Skills. Beltmont, CA: Cengage Learning. 2012.
M. Sinungan, 1987,
Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit,. Jakarta : PT. Bina Aksara.
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar,Pengertian, dan Masalah, Jakarta: Bumi aksara, 2009.
Mar`at, Pemimpin
dan Kepemimpinan, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1985.
Morgan
dkk., The Art and Practice Leadership
Coaching. Alih bahasa: Santi Indra Astuti, Jakarta: PT Transmedia, 2006.
Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan
& Efektivitas Kelompok, Rineka cipta: Jakarta, 2004.
Suwatno dan Donni
Juni Priansa, Manajemen SDM dalam
Organisasi Publik dan Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2011.
Syahrizal. Abbas, Manajemen
Perguruan Tinggi . Jakarta: Kencana,
2009.
Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management “Analisis Teori dan
Praktik”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Wibowo, Manajemen
Perubahan Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Rajagrafindo persada, 2011.
Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009.
http://sariberitacoco.blogspot.com/2012/12/karakteristik-pemimpin-yang-ideal.html
http://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_44.htm