Selasa, 22 Oktober 2013

Gaya Kepemmpinan



A.    Gaya Kepemimpinan
1.      Gaya Kepemimpinan Klasik
            Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat dua unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting), dan kendali bebas (delegating). 
a.       Mengarahkan (Directing)
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan komitmennya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, dengan terus intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan bawahannya.
Pertama pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak termotivasi, kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian pemimpin harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan motivasi dan optimismenya.
b.      Melatih (Coaching)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan.
Oleh karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan menasihati, dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan melalui metode pembinaan.
c.       Partisipasi(Participation)
Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.
d.      Mendelegasikan(Delegating)
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan untuk terus berkembang saja dengan terus diawasi.
Dalam gaya kepemimpinan klasik juga diperkenalkan beberapa gaya kepemimpinan lain yang cukup populer yang pada prinsipnya merupakan sama seperti gaya klasik diatas maupun gabungan dari beberapa gaya klasik yang disebutkan sebelumnya.  Gaya kepemimpinan tersebut adalah gaya kepemimpinan otokrasi, gaya kepemimpinan pembinaan, gaya kepemimpinan demokrasi dan gaya kepemimpinan kendali bebas.
1)    Pada gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.
2)    Gaya kepemimpinan pembinaan mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
3)    Gaya kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
4)    Gaya kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja. Lalu, gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung pada kondisi anggota itu sendiri. Pada dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang berbeda. Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi sedang dan komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi. Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.

2.      Gaya Kepemimpinan Situasional Model Hersey dan Blancard.
Mengambil contoh kepada manajer dari suatu perusahaan yang berhasil menerapkan gaya kepemimpinan situasional di perusahaan yang dipimpinnya.
1.      Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu:
·           Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas).
·           Bidang pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis).
2.      Gaya Managerial Grid
Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain.  Blake dan Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut.
·           Grid 1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
·           Grid 2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
·           Grid 3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
·           Grid 4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai perhatian terhadap bawahannya.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
3.      Gaya Kepemimpinan Situasional Dan Produktivitas Kerja
Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja. Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional. Dari beberapa gaya yang di tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini.
Gaya kepemimpinan situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan.
Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka bawahan atau pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat.
Adapun macam-macam gaya kepemimpinan menurut House (dalam Suwatno, 2011) antara lain:
1.         Kepemimpinan Direktif
Kepemimpinan ini membuat bawahan agar tahu apa yang diharapkan pimpinan dari mereka, menjadwalkan kerja untuk dilakukan, dan memberi bimbingan khusus mengenai bagaimana menyelesaikan tugas.
2.         Kepemimpinan yang Mendukung
Kepemimpinan ini bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan.
3.         Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan ini berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan berorientasi prestasi, kepemimpinan ini menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka.

B.     Fungsi Kepemimpinan dalam Organisasi
Untuk memahami fungsi-fungsi kepemimpinan, Mar`at (1985) telah mengutif beberapa pendapat dari para tokoh sebagai berikut:
Coffin (dalam Mar`at 1985), menyatakan tiga fungsi kepemim­pinan adalah formulasi (perencanaan), pelaksanaan (pengorganisasian) dan supervisi (ajakan).
Barnard (dalam Mar`at 1985), menyebutkan fungsi kepemim­pinan sebagai:
1.         Menentukan sasaran/tujuan;
2.         Memanipulasi cara;
3.         Perubahan tindakan;
4.         Merangsang usaha-usaha yang terkoordinasi.
Krech dan Crutchfield (dalam Mar`at 1985), mengajukan beberapa fungsi kepe­mimpinan, yaitu: pelaksana, perencana, pembuat kebijaksanaan, tena­ga ahli, mewakili kelompok, pengontrol hubungan internal, pemberi hadiah dan hukuman, wasit dan pelerai, pemberi contoh, simbol kelompok, bentuk tanggung jawab individual, ideolog, figur bapak, dan kambing hitam.
Davis (dalam Mar`at 1985), sependapat dengan beberapa ahli teori dalam menyatakan fungsi pemimpin niaga, yaitu merencana, mengatur dan mengontrol aktivitas organisasi.
Kessing dan Kessing (dalam Mar`at 1985), dalam penelitian tentang kepemimpinan di Samoa mengidentifikasikan fungsi­fungsi sebagai berikut: konsultasi, pertimbangan, negosiasi, pembentuk pendapat umum, dan pembuat keputusan.
Gross (dalam Mar`at 1985), mengajukan beberapa fungsi kepemimpinan, yaitu: menentukan tujuan, menjelas­kan dan melaksanakannya, memilih cara yang tepat, memberikan dan mengkoordinasikan tugas, memotivasi, menciptakan kesetiaan, mewa­kili kelompok dan merangsang para anggota untuk bekerja.
Stogdill (dalam Mar`at 1985), menyatakan bahwa telah menjadi tugas seorang pemimpin untuk memelihara struktur kelompok dan mengarahkan tujuan, serta untuk menengahi pertentangan tuntutan yang timbul baik di dalam maupun ke luar kelompok.
Bower dan Seashore (dalam Mar`at 1985), menyatakan bahwa fungsi kepemimpin­an adalah dukungan para anggota, kemudahan interaksi, menitikberat­kan tujuan dan mempermudah pekerjaan.
Cattell (dalam Mar`at 1985), melihat bahwa pemimpin melakukan fungsi-fungsi:
1.  tugas memelihara kelompok;
2.  menjunjung tinggi kepuasan peranan dan status;
3.  menjaga dan mempertahankan tuntutan (norma) etis;
4.  memilih dan menjelaskan tujuan; dan
5.  menemukan dan menjelaskan cara-cara mencapai tujuan.

Menurut Schutz (dalam Mar`at 1985), pemimpin memiliki fungsi-fungsi:
1.  menetapkan dan memantapkan tingkatan tujuan dan nilai kelompok;
2.  menetapkan dan mengintegrasikan bermacam-macam corak pikiran (kognisi) yang ada di dalam kelompok;
3.  mengoptimasikan penggunaan/pemanfaatan kemampuan para ang­gota kelompok; dan
4.  membantu para anggota memecahkan masalah yang berhubungan dengan penyesuaian dirt dengan realitas eksternal dan yang berhu­bungan dengan kebutuhan interpersonal.

Fungsi kepemimpinan ini berhubungan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan untuk memilih dan mencapai tujuan-tujuan secara rasional, adapun fungsi tugas seorang pemimpin (Suwatno dan Priansa 2011) adalah:
a.       Menciptakan kegiatan: tugas pemimpin adalah menetapkan deskripsi pekerjaan secara jelas untik karyawan/ bawahannya.
b.       Mencari Informasi: tugas pemimpin adalah mencari informasi tersebut secara cepat, tepat dan akurat.
c.       Memberi informasi: informasi yang di peroleh kemudian didistribusikan kepada bawahannya sehingga semua karyawan mendapatkan informasi yang dibutuhkannya.
d.       Memberi pendapat: tugas pemimpin memberikan pendapat dan nasihat kepada bawahan, baik diminta maupun tidak diminta jika memang dirasa perlu.
e.       Menjelaskan: Tugas pemimpin yang lain adalah menjelaskan apa saja yang dirasa belum jelas oleh bawahannya, misalnya tentang tugas, kewajiban dan hak-hak bawahan.
f.        Mengoordinasikan: tugas ini penting karena tanpa koordinasi yang baik yang dilakukan pemimpin maka organisasi bisa dapat berjalan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan-­tujuannya.
g.       Meringkaskan: atau menyimpulkan semua yang telah disepakati sehingga bawahan bisa mencapai pemahaman yang sama tentang sesuatu hal, misalnya kebijakan-kebijakan yang diambil organisasi.
h.       Menguji Kelayakan: Jika Organisasi berencana untuk melaksanakan berbagai program, terlebih dahulu pemimpin horns menguji layak/tidaknya program tersebut.

C.    Ciri-ciri Kepemimpinan yang Ideal
Kepemimpinan yang efektif merupakan proses yang dinamis, karena berlangsung di lingkungan suatu organisasi sebagai sistem kerjasama sejumlah manusia untuk mencapai tujuan tertentu, yang bersifat dinamis pula.
Kepemimpinan yang efektif merupa­kan proses yang bervariasi, karena dipengaruhi oleh kepribadian pemimpin dalam mewujudkan hubungan manusiawi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Di dalam proses seperti itu kepemimpinan akan berlangsung efektif, apabila fungsi-fungsi kepemimpinan diwujudkan sesuai dengan type kepemimpinan yang mampu memberikan peluang bagi orang yang dipimpin, untuk ikut berperan serta dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan-keputusan. Dengan demikian berarti setiap kreativitas dan inisiatif dalam kepemim­pinan yang efektif harus disalurkan dan dimanfaatkan.
Harsey dan Blanchard (dalam http://www.mindtools.com/pages/article/ newLDR_44.htm) mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya. Menurut Hersey dan Blanchard, ada empat gaya kepemimpinan utama:
  • Menceritakan (S1) - Pemimpin memberitahu orang-orang mereka apa yang harus dilakukan, dan bagaimana melakukannya.
  • Jual (S2) - Pemimpin tetap memberikan informasi dan arahan, tapi ada lebih banyak komunikasi dengan pengikutnya. Pemimpin "menjual" pesan mereka untuk mendapatkan tim di papan.
  • Berpartisipasi (S3) - Pemimpin lebih fokus pada hubungan dan kurang pada arah. Pemimpin bekerja dengan tim, dan berbagi tanggung jawab pengambilan keputusan.
  • Mendelegasikan (S4) - Pemimpin lulus sebagian besar tanggung jawab ke pengikut atau kelompok. Para pemimpin masih memantau kemajuan, tapi mereka kurang terlibat dalam pengambilan keputusan.
Seperti yang kita lihat, gaya S1 dan S2 yang terfokus pada mendapatkan tugas dilakukan. Gaya S3 dan S4 lebih peduli dengan mengembangkan kemampuan anggota tim untuk bekerja secara independen.
Menurut Hersey dan Blanchard, tahu kapan harus menggunakan gaya masing-masing sebagian besar tergantung pada kematangan orang atau kelompok yang di pimpin. Dapat dikelompokan ke dalam empat tingkatan yang berbeda:
  • M1 - Orang-orang pada tingkat kematangan berada di tingkat bawah skala. Mereka tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, atau kepercayaan diri untuk bekerja pada mereka sendiri, dan mereka sering harus didorong untuk mengambil tugas pada.
  • M2 - Pada tingkat ini, pengikut mungkin bersedia untuk bekerja pada tugas, tetapi mereka masih tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya dengan sukses.
  • M3 - Di sini, pengikut siap dan bersedia untuk membantu dengan tugas. Mereka memiliki kemampuan lebih dari kelompok M2, tapi mereka masih tidak percaya diri dalam kemampuan mereka.
  • M4 - Ini pengikut dapat bekerja sendiri. Mereka memiliki kepercayaan diri tinggi dan keterampilan yang kuat, dan mereka berkomitmen untuk tugas.
Hersey-Blanchard memetakan setiap gaya kepemimpinan pada setiap tingkat kematangan, seperti yang ditunjukkan di bawah ini.
Tingkat Kematangan
Gaya Paling Tepat Kepemimpinan
M1: Rendah jatuh tempo
S1: Menceritakan / mengarahkan
M2: jatuh tempo sedang, keterampilan terbatas
S2: Jual / coaching
M3: jatuh tempo sedang, keterampilan tinggi tetapi kurang percaya diri
S3: Berpartisipasi / pendukung
Kematangan Tinggi: M4
S4: Mendelegasikan

Untuk menggunakan model ini, merefleksikan kematangan individu dalam tim. Tabel di atas kemudian menunjukkan gaya kepemimpinan yang Hersey dan Blanchard mempertimbangkan paling efektif bagi orang-orang dengan tingkat kematangan.
Morgan (2006), ciri-ciri pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengenali dan menyediakan besaran pembinaan yang tepat bagi bawahan.
Jacobs, dkk. (2012), pemimpin yang efektif memiliki kepribadian yang caring, openness, flexibility, warmth, objectivity, truthworthiness, honesty, strength, patience, dan sensitivity. Ciri lainnya adalah bahwa pemimpin tersebut nyaman dengan diri sendiri dan orang lain, meliputi nyaman dengan posisi sebagai pemegang otoritas, percaya diri dengan kemampuannya untuk memimpin, dan kemampuan untuk mendengarkan perasaan, reaksi, mood, dan kata-kata orang lain. Hal terpenting lainnya adalah memiliki kesehatan psikologis.
Adair (2011), kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu memahami dan memenuhi tiga jenis kebutuhan dalam oganisasi, yaitu kebutuhan tugas (task needs), kebutuhan individu (individual needs), dan kebutuhan tim (team needs). Konsep fungsi kepemimpinan efektif berdasarkan beberapa pendapat di atas bisa dijelaskan bahwa konsep kepemimpinan efektif adalah konsep kepemimpinan yang memperhatikan relasi dan kebutuhan antara pemimpin dan pengikut, di mana di dalamnya terdapat karakteristik yang menjadi instrumen untuk menghasilkan output kepemimpinan. Instrumen kepemimpinan tersebut merupakan hubungan yang didasari oleh kebajikan moral dan sosial.
Muenjohn dan Armstrong (dalam http://sariberitacoco.blogspot.com/ di akses 19 Juni 2013), ketika seorang pemimpin bersedia memahami bawahan maka bawahan akan memiliki kemampuan untuk melakukan pengembangan diri sendiri. Dengan adanya kepemimpinan partisipatif maka membuka ruang bagi pemberdayaan staf untuk berhubungan dengan bawahan.

D.    Perbedaan Kepemimpin Formal dan Kepemimpin Informal
Kepemimpinan Formal adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana Kepemimpinan Formal dalam jabatannya diperoleh dari suatu usaha tertentu dalam pencapaiannya. Sedangkan pemimpin formal adalah orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan kepemimpinan, diatur dalam organisasi secara hierarki dan tergambar dalam suatu bagan yang tergantung dalam tiap-tiap kantor. Pemimpin ini sering dikenal dengan sebutan “kepala”
Kepemimpinan Non Formal (Informal) adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan tertentu, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana Kepemimpinan Non Formal dalam jabatannya diperoleh tanpa suatu usaha tertentu dalam pencapaiannya. Merupakan pemimpin informal jika seorang yang karena latar belakang pribadi yang kuat mewarnai dirinya, memiliki kualitas subyektif atau obyektif yang memungkinkannya tampil dalam kedudukan di luar struktur organisasi resmi namun ia dapat mempengaruhi kelakuan dan tindakan suatu kelompok masyarakat, baik dalam arti positif maupun negatif. Dalam Islam pemimpin informal adalah Ulama, Ustadz ,Kyai, atau tokoh masyarakat.
Eksistensi pemimpin informal turut memainkan peranan dalam proses perkembangan sosial dan turut membantu membentuk sejarah. Mutlak dapat dipungkiri juga, terkadang pemimpin formal acapkali “membutuhkan bantuan atau restu pemimpin informal dalam ‘menjalankan roda organisasinya. Hal itu mutlak dilakukan oleh Pemimpin formal karena pemimpin informal memiliki basis massa yang kuat dan mengakar.
Seorang pemimpin formal adalah seorang (pria atau wanita) yang oleh organisasi tertentu (swasta atau pemerintah). Ditunjuk (berdasarkan surat-surat keputusan pengangkatan dari organisasi yang bersangkutan) untuk memangku sesuatu jabatan dalam struktur organisasinya dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi tersebut yang ditetapkan sejak semula (J.Winardi:2009). Sedang pemimpin informal adalah seorang individu (pria dan wanita) yang walaupun tidak mendapatkan pengangkatan formal iuridis sebagai pemimpin, memiliki sejumlah kualitas (objektif maupun subjektif), yang memungkinkannya mencapai kedudukan sebagai orang yang dapat memengaruhi kelakuan serta tindakan sesuatu kelompok masyarakat, baik dalam arti positif maupun negatif.
Apabila dibandingkan antara pemimpin formal dan pemimpin informal, maka dapat tergambarkan sebagai berikut:

Pemimpin Formal
Pemimpin Informal
1.      Memiliki legalitas formal sebagai pemimpin (penunjuk oleh pihak yang berwenang yang melakukannya).
2.      Organisasi formal yang menunjukan mereka sebagai pemimpin formal.

3.      Masih harus mengafirmasi kedudukan mereka sebagai pemimpin formal terhadap bawahan melalui kepemimpinan (Leaderships) mereka.
4.      Diberikan “Backing” oleh organisasi formal untuk menjalankan keputusan-keputusan.

5.      Berstatus sebagai pemimnpin formal selama masa pengangkatan berlaku.

                                                   

6.      Memperoleh balas jasa material dan emolumen-emolumen lain yang berkaitan dengan posisi/jabatan mereka.

7.      Dapat mencapai “promosi” (kenaikan pangkat formal).




8.      Dapat dimutasikan organisasi formal.
9.      Selalu memiliki pihak atasan (Superior).
10.  Biasanya harus memenuhi syarat-syarat formal terlebih dahulu sebelum memperoleh pengangkatan (misalnya syarat: ijazah-skill-masa dinas-pengalaman kerja-kecakapan pribadi, dan sebagainya).

11.  Apabila melakukan kesalahan-kesalahan, akan mendapatkan sanksi-sanksi dari organisasi formal.



12.  Selama masa pengangkatannya berlaku harus terus menerus menjalankan kepemimpinannya.
1.      Tidak memiliki penunjuk formal sebagai pemimpin.

2.      Masyarakat (atau kelompok tertentudi dalam masyarakat) yang menunjuk mereka.
3.      Diakui oleh mereka yang dipimpin(tanpa pengakuan demikian mereka tidak akan menjadi pemimpin informal).

4.      Tidak ada “backing” dari suatu organisasi formal untuk menjalankan keputusan-keputusan.
5.      Berstatus sebagai pemimpin informal, selama kelompok yang dipimpinnya masih mengakuinya atau menerimanya sebagai peminpin.
6.      Biasanya tidak memperoleh balas jasa material, kecuali apabila mereka mengusahakannya.

7.      Tidak pernah mencapai “promosi” tetapi afirmasi/konfirmasi/subkordinasi masyarakat yang secara sukarela mau mengakui mereka sebagai pimpinan informal.
8.      Tidak dapat dimutasikan.
9.      Tidak memiliki atasan dalam arti formal.
10.  Tidak perlu memenuhi syarat-syarat formal, asal saja disegani/dipatuhi/ dijadikan teladan/dijadikan sumber bertanya/pertukaran pikiran bagi pihak yang dipimpinnya.

11.  Apabila melakukan kesalahan-kesalahan akan mendapatkan sanksi berupa kurang ditaatinya lagi sebagai pemimpin informal atau dalam kasus ekstrem tidak diakui lagi sebagai pemimpin.
12.  Kadang-kadang menjalankan kepemimpinannya, kadang-kadang tidak.
Sumber:Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi. 2009.
















BAB III
KESIMPULAN

Kepemimpinan atau leadership adalah cara seorang pemimpin dalam melakasanakan tugas sebagai pemimpin.
Mnurut Sudarwan Danim (2004), pada dasarnya munculnya kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam tiga teori yaitu: (1) Teori bawaan atau heredity theory, yaitu bahwa bakat kepemimpinan di dalam diri seseorang telah di bawa sejak lahir; (2) Toeri Psikologi atau Psychological Theory, teori ini berasumsi bahwa sifat kepemimpinan seseorang dapat dibentuk sesuai dengan jiwanya; (3) Teori Situasi atau Situational Theory, meurut teori ini bahwa kepemimpinan seseorang muncul sejalan dengan situasi atau lingkungan yang mengelilingnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pemimpin memiliki berbagai macam gaya, yaitu gaya kepemimpinan klasik dan gaya kepemimpinan situasional.
Kepemimpinan dalam suatu organisasi sangat penting karena berfungsi diantaranya sebagai:
1.         Menentukan sasaran/tujuan;
2.         Memanipulasi cara;
3.         Perubahan tindakan;
4.         Merangsang usaha-usaha yang terkoordinasi.
Dapat dikatakan sebagai pemimpin yang ideal jika kepemimpinan seseorang dilaksanakan secara efektif, yaitu apabila fungsi-fungsi kepemimpinan diwujudkan sesuai dengan type kepemimpinan yang mampu memberikan peluang bagi orang yang dipimpin, untuk ikut berperan serta dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan-keputusan.
Kepemimpinan dapat dibedakan menjadi kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal yaitu jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Sedangka kepemimpinan informal yaitu seorang yang karena latar belakang pribadi yang kuat mewarnai dirinya, memiliki kualitas subyektif atau obyektif yang memungkinkannya tampil dalam kedudukan di luar struktur organisasi resmi namun ia dapat mempengaruhi kelakuan dan tindakan suatu kelompok masyarakat, baik dalam arti positif maupun negatif.

























DAFTAR RUJUKAN


Adair. John, John Adair's 100 Greatest Ideas for Effective Leadership, West Sussex, UK: Capstone Publishing Ltd (A Wiley Company), 2011.

Jacobs dkk., Group Counseling: Strategies and Skills. Beltmont, CA: Cengage Learning. 2012.

M. Sinungan, 1987, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit,. Jakarta : PT. Bina         Aksara.

Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar,Pengertian, dan Masalah, Jakarta: Bumi aksara, 2009.

Mar`at, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Morgan dkk., The Art and Practice Leadership Coaching. Alih bahasa: Santi Indra Astuti, Jakarta: PT Transmedia, 2006.

Sudarwan Danim, Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok, Rineka cipta: Jakarta, 2004.
Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2011.

Syahrizal. Abbas, Manajemen Perguruan Tinggi . Jakarta:  Kencana, 2009.

Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management “Analisis Teori dan Praktik”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Wibowo, Manajemen Perubahan Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Rajagrafindo persada, 2011.

Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

http://sariberitacoco.blogspot.com/2012/12/karakteristik-pemimpin-yang-ideal.html

http://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_44.htm

Popular Posts

Categories

Our Partners